Desakan Rapat Pleno Golkar Tak Perlu Berlebihan, Jika Waktunya Pasti akan Digelar

Desakan Rapat Pleno Golkar Tak Perlu Berlebihan, Jika Waktunya Pasti akan Digelar
Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Timur. ©2019 Merdeka.com
Merdeka.com - Wakil Ketua Badan Hukum dan HAM DPP Partai Golkar, Muslim Jaya Butar Butar menyebut desakan rapat pleno kepada ketum Golkar Airlangga Hartarto tak perlu berlebihan. Sebab, partai beringin sedang menyusun alat kelengkapan dewan (AKD) DPR RI dan DPRD.
"Terkait rapat pleno DPP Partai Golkar yang dituntut kawan-kawan, saya kira pada waktunya DPP Partai Golkar akan melakukan rapat pleno," kata Muslim kepada wartawan, Kamis (19/8).
"Biarkan dulu DPP Partai Golkar melakukan tugasnya menyelesaikan alat kelengkapan dewan dari tingkat provinsi dan kabupaten atau kota yang saat ini sedang berproses," sambungnya.
Muslim mengajak para kader menciptakan Golkar yang kondusif. Dia tak ingin Golkar pecah untuk kepentingan pihak tertentu.
"Dan itu seharusnya teman teman pengurus pleno yang melakukan somasi menyadari," ucapnya.
Lebih lanjut, Muslim menceritakan prestasi Airlangga di partai Golkar. Yaitu bisa membawa perolehan suara Golkar di pileg 2019 lalu berada di urutan kedua, dengan pileg yang sangat kompleks dari segala macam persoalan. Kemudian, Airlangga mampu menahkodai partai beringin dengan baik saat diterpa badai kasus korupsi Setya Novanto.
"Sehingga rasanya terlalu berlebihan dan sangat tidak adil jika kawan kawan pengurus pleno menyebut keterpurukan Golkar karena Ketum Airlangga Hartarto," tandas ketua bidang hukum dan HAM Kosgoro 1957 itu. [bal]
Share:

Gerilya Kubu Bamsoet Persiapkan Pleno DPP Golkar Tanpa Airlangga

Gerilya Kubu Bamsoet Persiapkan Pleno DPP Golkar Tanpa AirlanggaMunaslub Golkar. ©2017 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho
Merdeka.com - Kubu Bambang Soesatyo tengah mempersiapkan rapat pleno DPP Partai Golkar yang sempat gagal 4 September lalu. Pekan ini, rencananya pleno tanpa persetujuan ketua umum Airlangga Hartarto akan dilaksanakan.
Seorang sumber dari internal DPP Golkar menginformasikan hal tersebut. Hanya satu yang bisa menggagalkan pleno, Airlangga belum menandatangani Surat Keputusan (SK), Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR/DPRD seluruh Indonesia.
"Begitu keluar, DPD (Golkar) tidak tersandera lagi," kata sumber yang juga ketua DPP Golkar saat berbincang kepada merdeka.com. Diketahui, anggota rapat pleno terdiri dari pengurus DPP dan daerah Golkar.
Pada awal September lalu, Nusron Wahid pimpin rombongan kubu Bamsoet hendak menggelar pleno DPP Golkar. Semula akan digelar di DPP Golkar, Jl Anggrek Neli, Slipi, Jakarta, tapi batal. Rapat digeser ke Hotel Sultan.
Rapat yang semula dijadwalkan pleno, tapi beralih menjadi pernyataan sikap kepada Airlangga Hartarto. Pengurus Harian Golkar yang mayoritas pendukung Bamsoet itu mendesak Airlangga segera menggelar rapat pleno DPP.

SK AKD Masih Tersisa 2 Provinsi

Sumber kami di Golkar menyatakan, harusnya SK penentuan AKD DPR/DPRD sudah keluar 12 September. Tapi kembali ditahan oleh Airlangga. Hingga 17 September, masih ada penempatan AKD yang belum diputuskan.
"Masih ada 2 provinsi lagi yang belum selesai," jelas sumber ini lagi.
Dikonfirmasi perihal persiapan pleno DPP, loyalis Bamsoet, Andi Sinulingga mengaku belum tahu. Andi atau yang akrab disapa Ucok ini menyatakan, belum mendapatkan kabar tentang gerilya kubu Bamsoet untuk gelaran pleno.
Namun dia menegaskan, pertarungan antara Bamsoet dan Airlangga di Munas tidak boleh menimbulkan perpecahan. Dia tak ingin, Golkar kembali melahirkan sempalan di setiap munas seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Iya, enggak boleh pecah," ucap Andi kepada merdeka.com.

Konsolidasi Belum Rampung

Sumber lain di internal Golkar menyebutkan, memang ada rencana kubu Bamsoet akan menghelat pleno pekan ini. Tapi, konsolidasi belum selesai. Masih menunggu beberapa pertimbangan.
Sayang, orang dekat Bamsoet ini tak mau merinci, hal apa lagi yang masih ditunggu untuk menggelar pleno. "Masih belum fiks," katanya.
Airlangga dikabarkan telah mengetahui upaya kubu Bamsoet menggelar pleno DPP. Tapi dia santai. Merasa yakin, hal itu tidak akan terjadi tanpa tanda tangan dirinya dan Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus.
Sementara Loyalis Airlangga, Plt Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, Rizal Mallarangeng mengakui, Golkar belum menyelesaikan SK AKD. Ada beberapa yang belum diputuskan oleh Airlangga.
Sayang Rizal, yang ditemui di acara Tahlilan 7 hari wafatnya BJ Habibie, menolak komentar tentang upaya kubu Bamsoet menggelar pleno pekan ini.
"Waduh jangan nanya itu sama saya, ini DKI dulu ya," kata pria yang akrab disapa Celi ini.
Untuk AKD, Celi tak tahu kapan bakal rampung. Memang masih ada sejumlah daerah yang belum diputuskan siapa mengisi AKD.
"Belum. Kalau itu, maksudnya DPR RI dan DPRD? kan masih proses itu," kata Celi, di kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/8).
"Ada yang sudah, ada yang belum. Sebagian ya, sebagian," tambahnya.
Share:

Ketua DPR Soroti Turunnya Keterwakilan Perempuan Hasil Pemilu 2019

Ketua DPR Soroti Turunnya Keterwakilan Perempuan Hasil Pemilu 2019
Pelantikan anggota DPR. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman
Merdeka.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyoroti belum terpenuhinya kuota 30 persen perwakilan perempuan di parlemen, karena itu perlu didorong semua partai politik mengevaluasi regulasi agar kuota tersebut terpenuhi.
"Saya mendorong seluruh partai-partai politik untuk melakukan evaluasi dalam pemilihan anggota legislatif perempuan di masa mendatang dan melakukan penguatan regulasi, agar terjadi perbaikan secara signifikan dan komprehensif," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/9) seperti dikutip Antara.
Hal itu dikatakannya terkait belum tercapainya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen dari hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, yaitu calon anggota legislatif perempuan yang terpilih baru mencapai 20,57 persen dari total 575 kursi DPR RI.
Bamsoet meminta partai-partai politik melakukan berbagai upaya yang dapat mendukung perempuan sebagai anggota legislatif. Dia mencontohkan memberikan dukungan dana kampanye bagi calon anggota legislatif perempuan.
"Langkah itu diharapkan akses bagi perempuan dapat lebih mudah dan dapat memenuhi kuota yang telah ditetapkan," ujarnya.
Selain itu, Bamsoet yang merupakan politikus Partai Golkar itu mendorong partai-partai politik untuk memberikan kesempatan sama pada kaum perempuan, terutama dalam politik praktis, seperti memberikan kesempatan pada perempuan untuk tampil dalam forum-forum tertentu.
Menurut dia, partai politik harus melakukan kaderisasi dan rekrutmen calon anggota legislatif perempuan agar memiliki kompetensi, kapabilitas, dan kemampuan yang berkualitas sesuai dengan bidang kerja di parlemen.
"Saya juga mengimbau seluruh calon anggota legislatif, terutama calon anggota legislatif perempuan, untuk melaksanakan fungsi dan perannya sebagai anggota legislatif, seperti mengutamakan kesetaraan gender dalam setiap aspek perpolitikan dan kehidupan bernegara," katanya. [bal]
Share:

ICW Soal UU KPK Baru: Pemberantasan Korupsi Dipastikan Suram

ICW Soal UU KPK Baru: Pemberantasan Korupsi Dipastikan Suram
Merdeka.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang baru saja disahkan DPR menjadi Undang-Undang dilakukan secara serampangan. Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, pengesahan revisi UU KPK cacat formil dan substansi.
"Pemberantasan korupsi dipastikan suram di masa mendatang," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/9/2019).
Terkait cacat secara formil, menurut Kurnia lantaran revisi UU KPK tidak masuk prolegnas prioritas tahun 2019. Hal tersebut, menurut Kurnia ada indikasi pembahasan regulasi DPR bermasalah.
"Selain dari itu, pengesahan revisi UU KPK juga tidak dihadiri seluruh anggota DPR. Hal ini terkonfirmasi dari beberapa pemberitaan yang menyebutkan bahwa hanya 80 orang yang menghadiri rapat tersebut, dari total 560 anggota DPR RI," kata dia.
Untuk permasalahan secara substansi, kata Kurnia, terdapat pada poin-poin yang disepakati dalam pembahasan revisi UU KPK antara DPR bersama pemerintah sulit untuk diterima akal sehat.
Pertama soal pembentukan dewan pengawas. Dia menyebut isu dewan pengawas ini bukan hal baru. Hampir dalam setiap naskah perubahan UU KPK, keberadaan dewan pengawas ini selalu masuk dalam pembahasan.
"Patut untuk dicermati, bahwa sejatinya pengawasan KPK telah berjalan, baik internal maupun eksternal," kata dia.
Sementara itu, terkait dengan kewenangan KPK dalam penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika penanganan perkara tidak selesai dalam jangka waktu dua tahun.
"Isu ini sudah dibantah berkali-kali dengan hadirnya putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2003, 2006, dan 2010. Tentu harusnya DPR dan pemerintah paham akan hal ini untuk tidak terus menerus memasukkan isu ini pada perubahan UU KPK," kata dia.
Selain itu, menurut Kurnia, Pasal 40 UU KPK yang melarang menerbitkan SP3 bertujuan agar KPK tetap selektif menkonstruksikan sebuah perkara agar nantinya dapat terbukti secara sah dan meyakinkan di muka persidangan.
Terkait dengan penyadapan harus izin dari Dewan Pengawas, menurut Kurnia akan memperlambat penanganan tindak pidana korupsi dan bentuk intervensi atas penegakan hukum yang berjalan di KPK.
Tak hanya itu, KPK kini bukan lagi lembaga negara yang independen. Perubahan ini terjadi pada Pasal 3 UU KPK, jika sebelumnya ditegaskan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, kali ini justru berubah menjadi KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
"Narasi ini kontradiksi dengan prinsip teori lembaga negara independen yang memang ingin memisahkan lembaga seperti KPK dari cabang kekuasaan lainnya," kata dia.
Reporter: Fachrur Rozie [ray]
Share:

Politikus NasDem: Jangan Sampai Dewan Pengawas KPK 'Masuk Angin'

Politikus NasDem: Jangan Sampai Dewan Pengawas KPK 'Masuk Angin'
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani. ©2018 Merdeka.com
Merdeka.com - Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago menilai tidak masalah dengan pasal perubahan revisi UU KPK soal Dewan Pengawas KPK. Namun, dia mengingatkan mekanisme pemilihan dewan pengawas yang dilakukan presiden jangan dimasuki unsur kepentingan alias 'masuk angin'.
"Jangan sampai kemudian malah pengawasnya yang masuk angin gitu ya," kata Irma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9).
Irma berharap masyarakat bisa mengawal lebih lanjut pemilihan Dewan Pengawas untuk KPK. Sehingga, kata dia, kinerja KPK bisa terus terjaga. Jika akhirnya KPK lumpuh, kata Irma,
"Yang terjadi justru malah melumpuhkan KPK nanti kalau sampai hal itu terjadi. Nah itu juga merupakan tanggung jawab parlemen yang sudah melakukan revisi kan gitu," ungkapnya.
Anggota Komisi IX DPR ini juga berharap anggota Dewan Pengawas KPK bisa terdiri dari berbagai macam elemen. Mulai dari akademisi dan kalangan masyarakat sipil lainnya.
"Saya pribadi setujunya masyarakat dan akademisi. Kalau aparat hukum lagi nah masa jeruk makan jeruk lagi nanti?," ucapnya.
Diketahui, DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (17/9).
Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.
"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
"Setuju," jawab anggota dewan serentak. [ray]
Share:

DPR dan Pemerintah Sepakati RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

DPR dan Pemerintah Sepakati RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Gedung DPR. Merdeka.com/Imam Buhori
Merdeka.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah melalui Menteri Hukum dan Keamanan Yasonna H Laoly menyepakati pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP). Hasil kesepakatan ini akan segera dibawa forum pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
"Apakah RUU tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dapat kita setujui untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan DPR RI," kata Wakil Ketua Baleg DPR Sarmuji dalam rapat.
"Setuju," jawab anggota Baleg.
Pasal yang diubah dalam UU ini adalah pasal 71 A terkait terkait ketentuan carry over UU yang tengah dibahas oleh DPR. Sehingga nantinya UU yang belum selesai dibahas pada periode DPR saat ini bisa dilanjutkan pada periode selanjutnya tentu dengan kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
Meski disetujui, Fraksi Gerindra memberikan catatan dalam revisi tersebut. Gerindra meminta sistem Program Legislasi Nasional atau Prolegnas terbuka dalam Pasal 23 ayat 2 poin A untuk dikaji lebih dalam.
"Ada beberapa catatan perlu dikaji lebih dalam apakah sistem Prolegnas terbuka yang memungkinkan RUU di luar Prolegnas pasal 23 ayat 2 poin a tersebut akan dipertahankan. Mengingat makna dalam keadaan tertentu yang mencakup untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik serta membutuhkan penanganan cepat sudah diakomodasi dengan mekanisme perppu," ucap anggota Baleg dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati.
Menkum HAM Yasonna Laoly menjelaskan ada beberapa pasal yang turut diharmonisasi dalam RUU PPP. Mulai dari penyesuaian rencana presiden membentuk badan baru yang menangani perundang-undangan dan juga harmonisasi UU MD3.
"Ini juga ada penyesuaian kelembagaan, rencana presiden mau bentuk sebuah badan khusus yang mau menangani Per-UU-an. Kita selipkan di situ kementerian atau lembaga," ujar Yasonna.
Kemudian, menurutnya, ada juga harmonisasi peraturan daerah. "Harmonisasinya karena banyak daerah-daerah yang membuat perda-perda yang kadang-kadang bertentangan dengan UU, bertentangan dengan ideologi negara, UUD. Bisa saja terjadi," ucapnya. [ray]
Share:

DPR Sebut UU KPK Jamin Dewan Pengawas Independen

DPR Sebut UU KPK Jamin Dewan Pengawas Independen
hendrawan supratikno. ©dpr.go.id
Merdeka.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDIPHendrawan Supratikno memastikan, pemilihan Dewan Pengawas KPK akan berjalan independen dan berintegritas. Pasalnya pemilihan Dewan Pengawas KPK yang dilakukan oleh Presiden diatur dalam pasal 37E ayat (9) UU KPK.
"Konsekuensi Pasal 37E ayat (9). Calon dikonsultasikan kepada DPR. Ketentuan lebih lanjut akan diuraikan dalam Peraturan Pemerintah (PP)" katanya kepada wartawan, Rabu (18/9).
Namun, dia belum bisa memastikan apakah konsultasi itu dalam bentuk fit and proper test atau hanya sekadar meminta pendapat dari komisi terkait. Yang jelas, Hendrawan menegaskan, lebih baik publik menunggu hingga PP dikeluarkan.
"(Kita) tunggu PPnya," tutupnya.
Untuk diketahui Pasal 37E ayat (9) UU KPK berbunyi:
"Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya daftar nama calon (Dewan Pengawas KPK) dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat (8) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dikonsultasikan."
Sementara pasal 37E ayat (10) berbunyi:
"Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) selesai dilaksanakan."
Kemudian pasal 37E ayat (11) berbunyi:
"Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas diatur dalam Peraturan Pemerintah." [fik]
Share:

Pansus DPR Jelaskan 3 Fokus Kajian Pemindahan Ibu Kota

Pansus DPR Jelaskan 3 Fokus Kajian Pemindahan Ibu Kota
Zainuddin Amali. ©2017 dok foto dok ri
Merdeka.com - Pansus pemindahan Ibu kota mulai bekerja. Pansus dikepalai Zainuddin Amali dari Fraksi Golkar, Wakil Ketua Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari Fraksi Gerindra, Indah Kurnia dari Fraksi PDIP dan Bakri dari Fraksi PAN.
Pansus tersebut memiliki tiga fokus kerja sebagai bentuk respons terhadap kajian pemindahan Ibu kota yang sudah dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertama adalah tentang sumber pembiayaan dan infrastruktur.
"Dasar yang pertama adalah, tentang dari mana sumber pembiayaannya kemudian infrastruktur yang akan dibangun nanti," ujar Ketua Pansus Zainudin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/9).
Kedua adalah pengkajian tempat atau lokasi ibu kota baru. Terkait lahan dan lingkungan baru ibu kota dipindahkan.
"Ini bukan hanya menyangkut lingkungan hidup saja tetapi berbagai hal termasuk lingkungan sosial dan semacamnya," jelas Amali.
Poin terakhir adalah mengenai aparatur sipil negara dan regulasi terkait. Menurut Amali, tiga hal tersebut bakal dikaji dengan porsi 70 persen kualitatif dan 30 persen kuantitatif.
"Sehingga kita objektif apakah usulan pemerintah ini layak diteruskan atau tidak, kita punya dasar," kata Amali.
Masalah yang muncul, seperti kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan menjadi kajian Pansus juga. Hal tersebut bakal ditanyakan kepada pemerintah.
"Ya semuanya itu, kan di situ permintaan pemerintah karena di situ minim bencana kan. Dengan kejadian yang ada, jadi fakta yang muncul dan ketika akan ditanyakan bagaimana kepada pemerintah," kata Amali.
Politikus Golkar itu menjelaskan kajian tersebut bisa diselesaikan sampai masa bakti DPR 2014-2019 habis akhir September. Amali berkata, pekerjaan Pansus tidak banyak karena tidak membahas undang-undang. Hasil pansus berupa sikap dan respons DPR terhadap wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.
"Iya kemarin disampaikan oleh pimpinan tetapi kita akan membahas apa sikap dan respon dari DPR terhadap usulan dari pemerintah itu. Kalau itu sudah ada, saya kira menjadi sikap resmi lembaga," kata Amali. [ray]
Share:

Pansus Pemindahan Ibu Kota Bakal Panggil Anies Baswedan dan Isran Noor

Pansus Pemindahan Ibu Kota Bakal Panggil Anies Baswedan dan Isran Noor
Maket Ibu Kota Baru. ©2019 dok. Kemen PUPR
Merdeka.com - Ketua Pansus pemindahan ibu kota, Zainudin Amali mengatakan, akan melibatkan pemerintah dalam kajian sebagai narasumber. Pansus akan memanggil pemerintah pusat sampai pemerintah daerah.
"Ini akan kita bahas kemudian kuta elaborasi dengan menghadirkan narasumber, dari internal pemerintah yang terkait dengan tiga pokok besar itu. Baik itu di pusat maupun pemerintah daerah," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/9).
Pemerintah daerah yang akan dipanggil adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Kaltim Isran Noor. Pansus ingin mendengar bagaimana kondisi Jakarta setelah ditinggalkan dan bagaimana lokasi baru ibu kota.
"Karena kan kita tinggalkan harus kita tahu mau jadi apa ini tempat yg kita tinggalkan. Kemudian kita pindah, seperti apa," ujarnya.
Pansus juga akan memanggil pakar dan kalangan akademisi. Selain itu, Pansus juga akan meminta pendapat pelaku dunia usaha untuk menerima masukan.
"Kemudian, pakar dan kalangan akademisi yang terkait. Selanjutnya dunia usaha, kami akan ajak minta masukan," kata Amali.
Politikus Golkar itu menjelaskan, ada tiga poin yang dibahas Pansus. Terkait pendanaan dan infrastruktur, lokasi ibu kota baru, dan regulasi terkait aparatur sipil negara.
Hasilnya kajian berupa sikap DPR terhadap wacana pemindahan Presiden Joko Widodo. Pansus menargetkan akan beres 30 September.
"Target waktu sebagaimana penugasan pimpinan kepada kami, kepada pansus, harus selesai paling lambat di akhir dari periode DPR 2014-2019 ini tanggal 30 September," tutup Amali. [fik]
Share:

18 Pendaftar Calon Wali Kota dan Wawali Surabaya dari PDIP Jalani Fit and Proper Test

18 Pendaftar Calon Wali Kota dan Wawali Surabaya dari PDIP Jalani Fit and Proper Test
Pendaftar Calon Wali Kota Surabaya. ©2019 Merdeka.com/Erwin Yohanes
Merdeka.com - 18 Orang calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya yang mendaftar melalui PDIP, menjalani fit and proper test di kantor DPD PDIP Jatim. Fit and proper tes ini, merupakan salah satu bagian dari upaya untuk penjaringan tahap awal, meski keputusan tetap berada di DPP PDIP.
Sekretaris DPD PDIP Jawa Timur, Sri Untari, mengatakan, fit and proper test ini merupakan tahap awal dari penjaringan para calon kepala daerah. Untuk Surabaya, diakuinya ada 18 orang yang telah mendaftar di posisi Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Nama ke 18 orang tersebut nantinya akan diserahkan ke DPP, untuk selanjutnya direkomendasikan sebagai calon Kepala Daerah yang akan diusung oleh PDIP.
Dikonfirmasi mengenai materi fit and proper test? Ia mengatakan, di antaranya seputar personalisasi calon, komitmen pembangunan hingga materi tentang PDIP.
Untari menyatakan, Kota Surabaya menjadi kota dengan pendaftar terbanyak di PDIP untuk Pilkada serentak 2020 mendatang dari 18 daerah lainnya.
"PDIP mendapatkan kepercayaan masyarakat di Surabaya dan Ini bukti jika Surabaya memang kandang banteng," ujarnya, Rabu (18/9).
Dari catatan PDIP Jawa Timur, ada 18 calon kepala daerah yang mendaftar dari beragam unsur masyarakat. Mulai dari kalangan pengusaha, aktifis, politisi hingga kalangan seniman.
Sebagian mereka mendaftar sebagai calon wali kota dan sebagian lagi mendaftar sebagai wakil wali kota.
Berikut ke-18 nama yang mendaftar melalui PDIP:
1. Dyah Katarina (anggota DPRD Surabaya).
2. Armuji (anggota DPRD Jatim)
3. Anugerah Ariyadi (mantan anggota DPRD Surabaya)
4. Mega Djadja Agustjandra (pengusaha)
5. Sutjipto Joe Angga (pengusaha)
6. Chrisman Hadi (seniman)
7. Sri Setyo Pertiwi (pengusaha)
8. Laksda TNI (Purn) Untung Suropati
9. Fandi Utomo (mantan anggota DPR RI)
10. Warsito (mantan anggota DPRD Surabaya)
11. Gunawan (pengusaha)
12. Dwi Astutik (Muslimat NU)
13. Haries Purwoko (pengusaha)
14. Lia Istifhama (fatayat NU)
15. Achmad Wahyuddin (pengusaha)
16. Whisnu Sakti Buana (wakil wali kota Surabaya)
17. Ony Setiawan (aktifis)
18. Edy Tarmidy (politisi PDIP). [bal]
Share:

Recent Posts